Rabu, 11 Juni 2014

Terapan Komputer Perbankan#

Tugas III
PERKREDITAN INDONESIA
    Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. UU No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka watu tertentu dengan pemberian bunga. Jika seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan.
    Perkreditan di Indonesia semakin berkembang dengan didirikannya Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Berawal dari keinginan untuk membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi, lembaga perkreditan rakyat mulai didirikan. Sekilas dapat dipaparkan runtutan sejarah BPR :

Abad ke-19
dibentuk Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang
Desa.
Pasca
kemerdekaan
Indonesia
didirikan Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD)
awal 1970an
didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah
Daerah.
1988
Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO
1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi momentum
awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan
kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan
Rakyat” atau BPR
1992
Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, BPR diberikan
landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank
Umum.
PP No.71/1992 Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah
memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan lembaga-lembaga
keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank
Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembagalembaga
lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan status
sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang
ditetapkan untuk menjadi BPR dalam jangka waktu sampai dengan 31
Oktober 1997.


    Kebijakan dan strategi pengembangan BPR ke depan diarahkan sesuai dengan karakteristik BPR yaitu BPR sebagai community bank yang sehat, kuat, produktif serta menyebar diseluruh Indonesia dan fokus dalam penyediaan pelayanan jasa keuangan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan masyarakat setempat khususnya di daerah pedesaan. Dalam rangka peningkatan daya saing dan jangkauan pelayanan BPR, upaya serta strategi yang dilakukan dijabarkan sebagai berikut:

Memperkuat Kelembagaan
    Kelembagaan industri BPR perlu diperkuat melalui pemberdayaan potensi daerah, peningkatan permodalan BPR, kebijakan yang mendorong penyebaran BPR di seluruh Indonesia, perluasan jaringan kantor dan kerjasama dengan Bank Umum serta lembaga keuangan lain dalam rangka penyaluran kredit kepada UMKM (Linkage Program).
(i) Peningkatan Permodalan di Indonesia
    Untuk meningkatkan kemampuan BPR dalam melakukan ekspansi dan meningkatkan daya saing, upaya untuk mendorong BPR melakukan merger atau konsolidasi terus dilakukan agar BPR memiliki permodalan yang kuat, jaringan kantor yang lebih terintegrasi, dan beroperasi secara efisien. Selain daripada itu BPR juga harus mampu memenuhi ketentuan modal disetor sesuai dengan ketentuan pada waktu yang telah ditetapkan.
(ii) Penyebaran BPR di Seluruh Indonesia
    Hingga akhir Desember 2006 jumlah BPR masih terkonsentrasi di Jawa dan Bali (77%) sehingga diperlukan dukungan regulasi yang mampu mendorong pendirian BPR-BPR di luar pulau Jawa dan Bali selain adanya regulasi yang memperketat pendirian BPR baru di pulau Jawa dan Bali. Perubahan ketentuan mengenai BPR terkait dengan kualifikasi Calon Direksi sebagaimana tertuang dalam PAKTO 2006 merupakan salah satu upaya yang diharapkan mampu mendorong pendirian BPR-BPR di luar pulau Jawa dan Bali.
    Bagi calon anggota Direksi yang tidak memiliki pengalaman sebagai pejabat di bidang operasional perbankan paling singkat selama 2 tahun dapat memenuhi persyaratan sebagai calon anggota Direksi dengan mengikuti magang paling singkat selama 3 bulan di BPR dan memiliki sertifikat kelulusan dari Lembaga Sertifikasi, pada saat diajukan sebagai calon anggota Direksi.
(iii) Perluasan Jaringan Kantor
    Dalam rangka meningkatkan daya saing dan memperluas jangkauan pelayanan BPR, telah dikeluarkan Paket kebijakan sektor keuangan berupa kemudahan pembukaan Kantor Cabang (KC) BPR yaitu BPR tidak lagi dibatasi untuk dapat membuka KC dalam setahun. Persyaratan pembukaan KC hanya didasari pada persyaratan CAR dan TKS, sedangkan persyaratan untuk modal disetor dipenuhi sesuai masa pentahapan.
(iv) Peningkatan Kerjasama BPR dengan Bank Umum/Lembaga Lain (Linkage Program)
    Linkage Program merupakan kerjasama Bank Umum dan BPR yang dilandasi semangat kemitraan yang bersifat symbiosis mutualistic dengan tetap berorientasi pada aspek bisnis yang tertuang dalam Generic Model Linkage Program. Strategi ini merupakan suatu bentuk kerjasama antara Bank Umum dengan BPR untuk meningkatkan jangkauan (outreach) dalam rangka penyaluran kredit UMKM. Linkage Program dinilai telah memberikan hasil yang positif dalam pengembangan BPR serta peningkatan kredit kepada nasabah UMKM. Bank Indonesia berperan dalam memberikan bantuan teknis kepada Bank Umum berupa pelatihan mengenai BPR. Dalam rangka mengevaluasi dan menyempurnakan Linkage Program di masa yang akan datang, telah dilakukan survey pelaksanaan Linkage Programkepada seluruh BPR yang telah mendapat pembiayaan dari Bank Umum.

Meningkatkan Kualitas Pengaturan
    Peningkatan kualitas pengaturan terus dilakukan antara lain melalui penyempurnaan ketentuan yang terkait dengan pemenuhan modal disetor minimum, melakukan review, evaluasi dan penyempurnaan ketentuan kehati-hatian, kelembagaan dan penilaian tingkat kesehatan BPR dengan mempertimbangkan strata total aset , karakteristik ekonomi dan budaya daerah. Untuk menunjang kualitas pengaturan maka penyusunan ketentuan didukung oleh penelitian yang diperlukan untuk pengembangan BPR dalam rangka peningkatan peran dan kontribusinya sebagai lembaga pembiayaan kepada UMKM dan masyarakat setempat khususnya di daerah pedesaan.
    Pada tahun 2006 triwulan ke IV telah dikeluarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Paket Oktober dan November 2006 yang merupakan perubahan beberapa ketentuan mengenai Kelembagaan BPR, KPMM, KAP dan PPAP, serta Transparansi Kondisi Keuangan BPR.

Meningkatkan Efektivitas Sistem Pengawasan
    Industri BPR yang sehat, kuat, produktif dan dipercaya tidak terlepas dari system pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Selain meningkatkan kompetensi pengawas melalui pelatihan secara terus-menerus dan sertifikasi pengawas, telah diterbitkan Pedoman Teknik Pengawasan yang Terfokus untuk dijadikan acuan bagi seluruh pengawas BPR untuk meningkatkan kualitas pengawasan terutama dalam mendeteksi secara dini (early warning) permasalahan BPR yang makin kompleks atau potensi permasalahan yang terjadi.
    Dengan pedoman tersebut diharapkan dapat mengurangi seminimal mungkin terjadinya pelanggaran dan penyimpangan BPR terhadap ketentuan bahkan permasalahan yang berpotensi mengarah pada tindak pidana di bidang perbankan serta menjadi panduan bagi pengawas baik dalam pengawasan maupun dalam menentukan area pemeriksaan untuk memenuhi prinsip Know Your Bank.
    Peningkatan efektivitas sistem pengawasan tidak terlepas dari peran sistem informasi yang ada. Oleh karena itu telah dilakukan upaya penyempurnaan sistem informasi antara lain melalui penyampaian laporan BPR secara on line kepada Bank Indonesia, penyempurnaan sistem informasi dan manajemen pengawasan BPR yang terintegrasi serta penyempurnaan informasi dan publikasi tentang perkembangan dan kondisi BPR secara reguler.

Mendorong Kualitas Tata Kelola (governance), Manajemen dan Operasional yang Sehat dan Profesional
    BPR di masa mendatang diharapkan dikelola oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi serta menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, kualitas kompetensi SDM BPR perlu terus ditingkatkan sehingga tercapai standar kualitas yang memadai dalam pengelolaan BPR. Upaya yang dapat dilakukan meliputi meningkatkan profesionalisme SDM BPR melalui program sertifikasi bagi Direktur BPR dan pelatihan bagi SDM BPR lainnya, memfasilitasi peningkatan ketrampilan dan pengetahuan SDM BPR mengenai inovasi produk baik simpanan maupun pembiayaan terutama kredit kepada sektor pertanian dan masyarakat pedesaan serta mendorong pemanfaatan teknologi informasi untuk operasional dan penyusunan laporan keuangan intern BPR maupun laporan kepada Bank Indonesia. Pengelolaan BPR yang sehat dan dijalankan secara profesional akan meningkatkan kredibilitas BPR di mata masyarakat.

Memberdayakan Infrastruktur Pendukung Industri BPR yang Efektif
    Strategi untuk mendorong terbentuknya infrastruktur yang mendukung industri BPR dilakukan melalui peningkatan peran Asosiasi BPR dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pengembangan BPR terutama dalam pengembangan SDM BPR, mewujudkan lembaga Apex, peningkatan efektifitas lembaga sertifikasi profesi, serta peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan berbagai instansi untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan BPR.
(i) Lembaga Apex
    Lembaga Apex merupakan lembaga pengayom bagi BPR dengan menjalankan fungsifungsi yang diperlukan untuk mendukung operasional industri BPR agar lebih efisien baik melalui pemberian bantuan likuiditas bagi BPR yang mengalami liquidity mismatch dan bantuan dana untuk ekspansi BPR maupun bantuan teknis antara lain seperti pelatihan, teknologi informasi, konsultasi manajemen, penyedia jasa dalam system pembayaran bagi BPR anggota (terbatas)
    Pada bulan Agustus 2005 dibentuk Kelompok Kerja Apex untuk mempersiapkan pilot projectApex. Hasil dari pilot project tersebut yaitu terdapat Lembaga Apex yang telah berjalan di 5 wilayah pilot project meliputi Yogyakarta dengan pola BPR sebagai Leader, Sumatra Barat dan Jawa Barat dengan pola kerjasama dengan Bank Umum serta Bali dan Jawa Tengah dengan pola BPR Leader yang didukung oleh PT PNM. Pada tahun 2007, upaya pembentukan Lembaga Apex BPR akan dilanjutkan melalui pemantauan dan pertemuan teknis dengan penyelenggara Apex di 5 wilayah serta kemungkinan perluasan pelaksanaan Apex di wilayah lain.
(ii) Lembaga Sertifikasi Profesi
    Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM BPR secara sistematis dan berkelanjutan serta untuk mendukung aspek “fit” (kemampuan) SDM BPR maka dilaksanakan CERTIF, yaitu Program Sertifikasi Profesional untuk BPR. LSP LKM Certif merupakan lembaga yang bertugas untuk mengatur dan menetapkan sistem sertifikasi dan telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang. Tujuan utama pendirian lembaga sertifikasi ini untuk menjamin terlaksananya sistem sertifikasi bagi direktur BPR, termasuk menjamin kualitas dan pelaksanaan sistem sertifikasi; meningkatkan kualitas dan kemampuan profesionalisme SDM BPR.
    Melihat manfaatnya bagi peningkatan kualitas SDM BPR, maka peran lembaga ini di masa mendatang perlu diperluas dengan program sertifikasi kepada komisaris dan karyawan BPR. Hal tersebut dimaksudkan agar kompetensi SDM BPR dapat ditingkatkan terutama dalam memberikan pelayanan kepada UMKM, dan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat antar lembaga keuangan yang melayani UMKM. Mulai tahun 2007 telah diimplementasikan program sertifikasi untuk calon Direktur yang terdiri dari 14 modul.

Meningkatkan Kapasitas BPR
    Dalam rangka mendukung upaya pengembangan masyarakat pedesaan dan untuk mendorong pembiayaan BPR ke sektor-sektor produktif, Bank Indonesia telah dan akan melanjutkan penyelenggaraan seminar/workshop pembiayaan BPR kepada sektor-sektor produktif seperti TKI dan sektor pertanian dengan tujuan untuk memperluas wawasan Direktur BPR dan meningkatkan kemampuan teknis Account Officer BPR dalam pelaksanaan pembiayaan pada sektor tersebut.
    Hasil yang dicapai dari workshop pembiayaan BPR kepada sektor pertanian yang telah dilaksanakan pada tahun 2005 yaitu BPR yang semula belum menyalurkan kredit ke sektor pertanian, saat ini telah menyalurkan kredit ke sektor pertanian dan BPR yang sebelumnya telah menyalurkan kredit ke sektor pertanian mengalami peningkatan.
    Sementara itu hasil yang dicapai dari workshop pembiayaan TKI yang diselenggarakan pada tahun 2006 adalah pembiayaan TKI oleh BPR dengan negara tujuan meliputi Malaysia, Singapura dan Arab Saudi. Kegiatan workshop pembiayaan TKI oleh BPR direncanakan untuk tetap dilaksanakan pada tahun 2007 di beberapa wilayah yang merupakan kantong TKI terbesar di Indonesia.

Mewujudkan Pemberdayaan dan Perlindungan Nasabah
    Strategi pengembangan ini dimaksudkan untuk mendorong BPR agar beroperasi dengan memperhatikan kepentingan masyarakat melalui pemberian pelayanan dan informasi produk yang baik, sehingga nasabah BPR memahami produk yang ditawarkan BPR dan terlindungi kepentingannya. Upaya yang dilakukan meliputi melakukan pemantauan dan evaluasi ketentuan tentang pengaduan nasabah, melakukan pemantauan dan evaluasi pedoman transparansi informasi produk serta menjalankan dan bekerjasama dengan lembaga terkait untuk melaksanakan edukasi bagi masyarakat mengenai BPR.

SUMBER :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar