Tugas III
PERKREDITAN INDONESIA
Kredit merupakan
suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk
meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu
yang ditentukan. UU No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka watu tertentu dengan
pemberian bunga. Jika seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan
dikenakan bunga tagihan.
Perkreditan di
Indonesia semakin berkembang dengan didirikannya Bank Perkreditan Rakyat
(BPR). Berawal dari keinginan untuk membantu para petani, pegawai, dan
buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir) yang memberikan
kredit dengan bunga tinggi, lembaga perkreditan rakyat mulai didirikan. Sekilas
dapat dipaparkan runtutan sejarah BPR :
Abad ke-19
|
dibentuk Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank
Dagang
Desa.
|
Pasca
kemerdekaan
Indonesia
|
didirikan Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD)
|
awal 1970an
|
didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh
Pemerintah
Daerah.
|
1988
|
Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988
(PAKTO
1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi
momentum
awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan
kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank
Perkreditan
Rakyat” atau BPR
|
1992
|
Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, BPR
diberikan
landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank
selain Bank
Umum.
|
PP No.71/1992 Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah
memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan lembaga-lembaga
keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank
Pasar, Bank
Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan
lembagalembaga
lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan
status
sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang
ditetapkan untuk menjadi BPR dalam jangka waktu sampai
dengan 31
Oktober 1997.
|
Kebijakan dan
strategi pengembangan BPR ke depan diarahkan sesuai dengan karakteristik BPR
yaitu BPR sebagai community bank yang sehat, kuat, produktif
serta menyebar diseluruh Indonesia dan fokus dalam penyediaan pelayanan jasa
keuangan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan masyarakat setempat
khususnya di daerah pedesaan. Dalam rangka peningkatan daya saing dan jangkauan
pelayanan BPR, upaya serta strategi yang dilakukan dijabarkan sebagai berikut:
Memperkuat Kelembagaan
Kelembagaan
industri BPR perlu diperkuat melalui pemberdayaan potensi daerah, peningkatan
permodalan BPR, kebijakan yang mendorong penyebaran BPR di seluruh Indonesia,
perluasan jaringan kantor dan kerjasama dengan Bank Umum serta lembaga keuangan
lain dalam rangka penyaluran kredit kepada UMKM (Linkage Program).
(i) Peningkatan Permodalan di Indonesia
Untuk meningkatkan
kemampuan BPR dalam melakukan ekspansi dan meningkatkan daya saing, upaya untuk
mendorong BPR melakukan merger atau konsolidasi terus dilakukan agar BPR
memiliki permodalan yang kuat, jaringan kantor yang lebih terintegrasi, dan
beroperasi secara efisien. Selain daripada itu BPR juga harus mampu memenuhi
ketentuan modal disetor sesuai dengan ketentuan pada waktu yang telah
ditetapkan.
(ii) Penyebaran BPR di Seluruh Indonesia
Hingga akhir
Desember 2006 jumlah BPR masih terkonsentrasi di Jawa dan Bali (77%) sehingga
diperlukan dukungan regulasi yang mampu mendorong pendirian BPR-BPR di luar
pulau Jawa dan Bali selain adanya regulasi yang memperketat pendirian BPR baru
di pulau Jawa dan Bali. Perubahan ketentuan mengenai BPR terkait dengan
kualifikasi Calon Direksi sebagaimana tertuang dalam PAKTO 2006 merupakan salah
satu upaya yang diharapkan mampu mendorong pendirian BPR-BPR di luar pulau Jawa
dan Bali.
Bagi calon anggota
Direksi yang tidak memiliki pengalaman sebagai pejabat di bidang operasional
perbankan paling singkat selama 2 tahun dapat memenuhi persyaratan sebagai
calon anggota Direksi dengan mengikuti magang paling singkat selama 3 bulan di
BPR dan memiliki sertifikat kelulusan dari Lembaga Sertifikasi, pada saat
diajukan sebagai calon anggota Direksi.
(iii) Perluasan Jaringan Kantor
Dalam rangka
meningkatkan daya saing dan memperluas jangkauan pelayanan BPR, telah
dikeluarkan Paket kebijakan sektor keuangan berupa kemudahan pembukaan Kantor
Cabang (KC) BPR yaitu BPR tidak lagi dibatasi untuk dapat membuka KC dalam
setahun. Persyaratan pembukaan KC hanya didasari pada persyaratan CAR dan TKS,
sedangkan persyaratan untuk modal disetor dipenuhi sesuai masa pentahapan.
(iv) Peningkatan Kerjasama BPR dengan Bank Umum/Lembaga Lain
(Linkage Program)
Linkage
Program merupakan kerjasama Bank Umum dan BPR yang dilandasi semangat
kemitraan yang bersifat symbiosis mutualistic dengan tetap
berorientasi pada aspek bisnis yang tertuang dalam Generic Model
Linkage Program. Strategi ini merupakan suatu bentuk kerjasama antara Bank
Umum dengan BPR untuk meningkatkan jangkauan (outreach) dalam rangka
penyaluran kredit UMKM. Linkage Program dinilai telah
memberikan hasil yang positif dalam pengembangan BPR serta peningkatan kredit
kepada nasabah UMKM. Bank Indonesia berperan dalam memberikan bantuan teknis
kepada Bank Umum berupa pelatihan mengenai BPR. Dalam rangka mengevaluasi dan
menyempurnakan Linkage Program di masa yang akan datang, telah
dilakukan survey pelaksanaan Linkage Programkepada seluruh BPR yang
telah mendapat pembiayaan dari Bank Umum.
Meningkatkan Kualitas Pengaturan
Peningkatan
kualitas pengaturan terus dilakukan antara lain melalui penyempurnaan ketentuan
yang terkait dengan pemenuhan modal disetor minimum, melakukan review,
evaluasi dan penyempurnaan ketentuan kehati-hatian, kelembagaan dan penilaian
tingkat kesehatan BPR dengan mempertimbangkan strata total aset , karakteristik
ekonomi dan budaya daerah. Untuk menunjang kualitas pengaturan maka penyusunan
ketentuan didukung oleh penelitian yang diperlukan untuk pengembangan BPR dalam
rangka peningkatan peran dan kontribusinya sebagai lembaga pembiayaan kepada
UMKM dan masyarakat setempat khususnya di daerah pedesaan.
Pada tahun 2006
triwulan ke IV telah dikeluarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Paket
Oktober dan November 2006 yang merupakan perubahan beberapa ketentuan mengenai
Kelembagaan BPR, KPMM, KAP dan PPAP, serta Transparansi Kondisi Keuangan BPR.
Meningkatkan Efektivitas Sistem Pengawasan
Industri BPR yang
sehat, kuat, produktif dan dipercaya tidak terlepas dari system pengawasan yang
dilakukan oleh Bank Indonesia. Selain meningkatkan kompetensi pengawas melalui
pelatihan secara terus-menerus dan sertifikasi pengawas, telah diterbitkan
Pedoman Teknik Pengawasan yang Terfokus untuk dijadikan acuan bagi seluruh
pengawas BPR untuk meningkatkan kualitas pengawasan terutama dalam mendeteksi
secara dini (early warning) permasalahan BPR yang makin kompleks atau
potensi permasalahan yang terjadi.
Dengan pedoman
tersebut diharapkan dapat mengurangi seminimal mungkin terjadinya pelanggaran
dan penyimpangan BPR terhadap ketentuan bahkan permasalahan yang berpotensi
mengarah pada tindak pidana di bidang perbankan serta menjadi panduan bagi
pengawas baik dalam pengawasan maupun dalam menentukan area pemeriksaan untuk
memenuhi prinsip Know Your Bank.
Peningkatan
efektivitas sistem pengawasan tidak terlepas dari peran sistem informasi yang
ada. Oleh karena itu telah dilakukan upaya penyempurnaan sistem informasi
antara lain melalui penyampaian laporan BPR secara on line kepada
Bank Indonesia, penyempurnaan sistem informasi dan manajemen pengawasan BPR
yang terintegrasi serta penyempurnaan informasi dan publikasi tentang
perkembangan dan kondisi BPR secara reguler.
Mendorong Kualitas Tata Kelola (governance), Manajemen
dan Operasional yang Sehat dan Profesional
BPR di masa
mendatang diharapkan dikelola oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki
kompetensi dan integritas yang tinggi serta menerapkan prinsip-prinsip tata
kelola yang baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, kualitas kompetensi SDM BPR
perlu terus ditingkatkan sehingga tercapai standar kualitas yang memadai dalam
pengelolaan BPR. Upaya yang dapat dilakukan meliputi meningkatkan
profesionalisme SDM BPR melalui program sertifikasi bagi Direktur BPR dan
pelatihan bagi SDM BPR lainnya, memfasilitasi peningkatan ketrampilan dan
pengetahuan SDM BPR mengenai inovasi produk baik simpanan maupun pembiayaan
terutama kredit kepada sektor pertanian dan masyarakat pedesaan serta mendorong
pemanfaatan teknologi informasi untuk operasional dan penyusunan laporan
keuangan intern BPR maupun laporan kepada Bank Indonesia. Pengelolaan BPR yang
sehat dan dijalankan secara profesional akan meningkatkan kredibilitas BPR di
mata masyarakat.
Memberdayakan Infrastruktur Pendukung Industri BPR yang
Efektif
Strategi untuk
mendorong terbentuknya infrastruktur yang mendukung industri BPR dilakukan
melalui peningkatan peran Asosiasi BPR dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan
pengembangan BPR terutama dalam pengembangan SDM BPR, mewujudkan lembaga Apex, peningkatan
efektifitas lembaga sertifikasi profesi, serta peningkatan kerjasama dan
koordinasi dengan berbagai instansi untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi
perkembangan BPR.
(i) Lembaga Apex
Lembaga Apex
merupakan lembaga pengayom bagi BPR dengan menjalankan fungsifungsi yang
diperlukan untuk mendukung operasional industri BPR agar lebih efisien baik
melalui pemberian bantuan likuiditas bagi BPR yang mengalami liquidity
mismatch dan bantuan dana untuk ekspansi BPR maupun bantuan teknis
antara lain seperti pelatihan, teknologi informasi, konsultasi manajemen,
penyedia jasa dalam system pembayaran bagi BPR anggota (terbatas)
Pada bulan Agustus
2005 dibentuk Kelompok Kerja Apex untuk mempersiapkan pilot projectApex.
Hasil dari pilot project tersebut yaitu terdapat Lembaga Apex
yang telah berjalan di 5 wilayah pilot project meliputi
Yogyakarta dengan pola BPR sebagai Leader, Sumatra Barat dan Jawa
Barat dengan pola kerjasama dengan Bank Umum serta Bali dan Jawa Tengah dengan
pola BPR Leader yang didukung oleh PT PNM. Pada tahun 2007,
upaya pembentukan Lembaga Apex BPR akan dilanjutkan melalui pemantauan dan
pertemuan teknis dengan penyelenggara Apex di 5 wilayah serta kemungkinan
perluasan pelaksanaan Apex di wilayah lain.
(ii) Lembaga Sertifikasi Profesi
Dalam rangka
meningkatkan kualitas SDM BPR secara sistematis dan berkelanjutan serta untuk
mendukung aspek “fit” (kemampuan) SDM BPR maka dilaksanakan CERTIF, yaitu
Program Sertifikasi Profesional untuk BPR. LSP LKM Certif merupakan lembaga
yang bertugas untuk mengatur dan menetapkan sistem sertifikasi dan telah
mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang. Tujuan utama pendirian
lembaga sertifikasi ini untuk menjamin terlaksananya sistem sertifikasi bagi
direktur BPR, termasuk menjamin kualitas dan pelaksanaan sistem sertifikasi;
meningkatkan kualitas dan kemampuan profesionalisme SDM BPR.
Melihat manfaatnya
bagi peningkatan kualitas SDM BPR, maka peran lembaga ini di masa mendatang
perlu diperluas dengan program sertifikasi kepada komisaris dan karyawan BPR.
Hal tersebut dimaksudkan agar kompetensi SDM BPR dapat ditingkatkan terutama
dalam memberikan pelayanan kepada UMKM, dan dalam menghadapi persaingan yang
semakin ketat antar lembaga keuangan yang melayani UMKM. Mulai tahun 2007 telah
diimplementasikan program sertifikasi untuk calon Direktur yang terdiri dari 14
modul.
Meningkatkan Kapasitas BPR
Dalam rangka
mendukung upaya pengembangan masyarakat pedesaan dan untuk mendorong pembiayaan
BPR ke sektor-sektor produktif, Bank Indonesia telah dan akan melanjutkan
penyelenggaraan seminar/workshop pembiayaan BPR kepada
sektor-sektor produktif seperti TKI dan sektor pertanian dengan tujuan untuk
memperluas wawasan Direktur BPR dan meningkatkan kemampuan teknis Account
Officer BPR dalam pelaksanaan pembiayaan pada sektor tersebut.
Hasil yang dicapai
dari workshop pembiayaan BPR kepada sektor pertanian yang
telah dilaksanakan pada tahun 2005 yaitu BPR yang semula belum menyalurkan
kredit ke sektor pertanian, saat ini telah menyalurkan kredit ke sektor
pertanian dan BPR yang sebelumnya telah menyalurkan kredit ke sektor pertanian
mengalami peningkatan.
Sementara itu
hasil yang dicapai dari workshop pembiayaan TKI yang diselenggarakan pada tahun
2006 adalah pembiayaan TKI oleh BPR dengan negara tujuan meliputi Malaysia,
Singapura dan Arab Saudi. Kegiatan workshop pembiayaan TKI
oleh BPR direncanakan untuk tetap dilaksanakan pada tahun 2007 di beberapa
wilayah yang merupakan kantong TKI terbesar di Indonesia.
Mewujudkan Pemberdayaan dan Perlindungan Nasabah
Strategi
pengembangan ini dimaksudkan untuk mendorong BPR agar beroperasi dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat melalui pemberian pelayanan dan informasi
produk yang baik, sehingga nasabah BPR memahami produk yang ditawarkan BPR dan
terlindungi kepentingannya. Upaya yang dilakukan meliputi melakukan pemantauan
dan evaluasi ketentuan tentang pengaduan nasabah, melakukan pemantauan dan
evaluasi pedoman transparansi informasi produk serta menjalankan dan bekerjasama
dengan lembaga terkait untuk melaksanakan edukasi bagi masyarakat mengenai BPR.
SUMBER :